Kamis, 05 Agustus 2010

SABAR

SABAR
Sabar merupakan salah satu karakter utama seorang mukmin. Dan Allah SWT banyak menyebutkan keutamaan sikap sabar dalam al-Qur’an maupun as-Hadits. Salah satunya dalam QS. Ali Imran ayat 200 Allah SWT memerintahkan kita untuk bersabar.
“Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian”
Kemudian dalam QS. Az-Zumar ayat 10 Allah SWT berfirman tentang salah satu keutamaan orang-orang yang sabar.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberi pahala tanpa batas..”
Selain ayat di atas, dalil-dalil tentang kesabaran sangat banyak dalam al-Qur’an maupun al-Hadits.
Salah satu definisi sabar ialah menahan diri ketika merespon sesuatu. Jika melihat salah satu definisi sabar tersebut, sabar tidak bisa diartikan sebagai sebuah sikap diam dan tidak bergerak. Karena sesuatu yang ada di hadapan kita dan akan memancing respon kita sangat banyak dan bermacam-macam dalam penilaian kita. Ada yang berupa hal-hal yang menyenangkan dan kita sukai dan tidak jarang pula berupa hal-hal yang tidak kita sukai. Oleh karena itu sabar tidak hanya dibutuhkan ketika seorang mukmin mendapat musibah saja, tetapi dalam berbagai situasi dan kondisi seorang mukmin membutuhkan sikap sabar ini melekat dalam hatinya. Hanya saja bentuk kesabaran itu yang berbeda-beda. Yang pasti, sabar bukanlah sebuah sikap pasif dalam menghadapi sesuatu atau pasrah dengan keadaan yang ada.
Macam-macam sabar di antaranya ialah sabar mnejalankan ketaatan kepada Allah SWT, sabar dalam menahan diri dari berbuat maksiat kepada Allah SWT, dan sabar ketika mendapat cobaan atau musibah dari Allah SWT. semua keadaan tersebut membutuhkan kesabaran dalam meresponnya.
Sabar dalam menjalankan ketaatannkepada Allah SWT contohnya ialah berpuasa Ramadhan. Berpuasa merupakan perintah Allah SWT dan menjalankannya merupakan bentuk ketaatan kepada-Nya. Oleh karena itu iita dituntut sabar dalam menjalankannya. Saat berpuasa kita bersabar dalam menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami istri bahkan marah pun kita tahan. Menahan diri seperti ini dikatakan merupakan salah satu bentuk kesabaran menjalankan ketaatan kepada Allah sekaligus menahan diri dari berbuat maksiat kepada Allah, karena misalnya saat berpuasa kita tidak sabar dengan berbicara kotor maka pahala puasa kita akan berkurang.
Bentuk kesabaran yang tak kalah penting pula ialah sabar ketika mendapat musibah. Yakni dengan tidak terlalu mengeluh atau meratapi atas apa yang menimpa kita berupa hal-hal yang tidak kita sukai itu. Akan tetapi kita sabar dengan menerima dan berusaha / berfikir apa yang seharunya kita lakukan untuk memperbaiki keadaan. Rosulullah SAW bersabda: “Sungguh mengangumkan urusan orang mukmin itu, sebab semua kondisinya bernilai baik baginya dan hal yang seperti ini tidak akan terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan lalu bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, lalu ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya” (HR. Muslim).
Melihat ralitas yang ada, sedikit sekali orang yang memiliki kesabaran. Atau jika ada pun kesabaran yang ada sangatlah sedikit. Seringnya kita mengatakan bahwa kesabaran kita sudah habis. Padahal, kesabaran itu tidak ada batasnya hanya saja sabar harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sabar itu sulit, bukan berarti sabar itu tidak mungkin. Semoga kita bisa melatih diri menjadi pribadi penuh kesabaran. Mari kita jadikan moment Ramadhan untuk mengasah kesabaran kita. Wallahu a’lamu bishshowab.

AIN NURWS
2 Agustus 2010

MH (MUBALLIGH HIJRAH)

-MH-
Sebentar lagi MH (Muballigh Hijrah) nih. Gimana perasaan kita? Senangkah menyambut MH, baik bagi yang sudah merasakannya atau belum? Mungkin ada yang senang dan ada pula yang sumpek. Tergantung pengalaman yang ia rasakan tahun lalu. Ada yang senang karena tahun lalu pengalaman MH begitu berkesan dan mneyenangkan. Dan ada yang sumpek karena MH tahun lalu menyisakan sesuatu yang tidak menyenangkan hati. Ya, begitulah kehidupan. Di satu tempat seseorang merasakan kesenangan, di tempat lain orang lain mersakan kesusahan padahal yang mereka lakukan tidak terlalu berbeda. Atau bagi yang baru akan menjalani MH ada yang deg-degan, takut dan ada pula yang justru menantinya sebagai moment penambah pengalaman calon ulama’. Tenang, MH nggak seseram yang kalian bayangkan kok!
Menjelang MH tahun ini, seorang sahabat kita yang juga menjadi peserta MH mengirim sebuah pesan via SMS yang isinya cukup memotivasi. Sebenarnya beberapa sahabat kita yang lain juga memberi pesan yang senada. Intinya buat kita mestinya siap lah dengan tugas yang sudah bukan kejutan lagi. Saya hanya membalas yang intinya kita butuh keyakinan dengan apa yang kita ucapkan. Kalau kita memotivasi orang lain, kita juga harus memotivasi diri kita sendiri terlebih dahulu. Minimal kita yakin dengan apa yang kita sampaikan pada orang lain. Artinya, dengan SMS seperti itu mestinya kita memastikan bahwa kita sudah siap pula dengan tugas MH yang akan diberikan. Apa pun yang akan kita hadapi nanti, kita mesti siap.
Ternyata SMS itu berlanjut, hingga saya bisa menangkap dari pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataannya bahwa sahabat kita ini butuh motivasi terkait tugas MH ini. Katanya, gimana kalo tempat MH nggak sesuai dengan yang antum inginkan? Apakah cukup hanya dengan keyakinan dan PD?. Saya jawab intinya bahwa itulah tantangan, apakah dengan nggak PD akan menyelesaikan masalah? Justru dengan nggak PD kan memperkeruh suasana hati.
Kawan, ada yang perlu kita ketahui dalam kehidupan ini: cara merespon keadaan. Dalam menjalanai kehidupan kita sering menghadapi keadaan yang hilang timbul silih berganti. Nah, bagaimana cara kita merespon keadaan itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Cara merespon tempat tinggal, teman, orang-oransg sekitar menentukan bagaimana kita dan perasaan kita. Bisa jadi kita yang ditugaskan di Gunung Kidul merasa sedih, membayangkan hal-hal negatif yang akan menimpa kita, tempat MH yang nggak nyaman, nggak ada air, partner kerja yang nggak solid atau nggak asyik dan sebagainya. Sementara orang lain yang cerdas dalam merespon keadaan akan menjadikannya sebuah tantangan. MH di Gunung Kidul? Wah, bisa lihat gunung, hawanya sejuk, suasana yang damai dan tenang. Bagaimana dengan partner kerja yang nyebelin? Itu masuk dalam kategori tantangan. Ya, hidup ini kan bukan Cuma menghadapi apa yang kita sukai saja. Teman kita yang nggak menyenangkan adalah lahan dakwah yang menarik. Partner kita yang asyik adalah kiriman Allah buta kita mengasah kesabaran. Mungkin kita belum bisa sabar makanya Allah mnegirimkan teman kita yang nyebelin itu. Atau kita sedang disuguhkan gambaran orang yang belum dewasa. Kita yang udah dewasa ya gimana kita bersikap layaknya orang dewasa. Bantulah jika ia perlu bantuhan. Sabarlah jika ia sedang melakukan aksi-aksi yang mengesalkan.
Hidup ini berputar seperti roda. Kesenangan dan kesedihan bisa datang tanpa permisi dan pergi tanpa pamit. Betul? Dan nggak afdhal juga kalau hidup hanya ada kesenangan. Bukankah semua cerita baik novel, cerpen, roman, dan cerita-cerita lainnya mengisahkan hidup yang penuh suka dan duka? Seru nggak kalau cerita yang kita baca atau lihat hanya mengisahkan kesenangan dan kemudahan?
Yang ada hanya pemain utama itu selalu bisa memecaakan masalah dengan cara yang membuat kita kagum karena kesabarannya, kecerdasannya, kemurahan hatinya dan sifat-sifat luar biasa yang lain yang tidak dilakukan oleh orang-orang biasa.
Apa kita tidak boleh mengharapkan medan dakwah kita nanti adalah medan dakwah yang mudah? Apa kita harus berharap tantangan yang menyeramkan? Bukan. Bukan itu maksud saya. Kita kan justru nggak boleh berdoa sesuatu yang buruk buat kita. Saya Cuma mengajak teman-teman semua agar dalam hidup ini jangan hanya membayangkan yang baik-baik saja atau yang buruk-buruk saja. Selain berharap yang baik, kita mesti mempersiapkan diri untuk menghadapi yang buruk bahkan yang terburuk sekali pun. Dan setiap kita menghadapi yang buruk yakinlah pasti ada kebaikan yang bisa kita ambil. Minimal ada hikmah. Ingat kawan, ada HIKMAH. Gimana mau dapat hikmah kalau kita hanya mengecap yang enak-enak saja. Orang yang tidak mau merasakan kesulitan dialah orang yang patut kita kasihani. karena ia akan selalu mengeluh, kecewa dan negatif thingking pada setiap keadaan.
AA Gym pernah bilang dalam bukunya Taushiyah 1 Menit,
“Sesungguhnya kehidupan ini adalah rangkaian ujian yang tiada henti. Sedangkan seberat-berat ujian ialah kelapangan, kemudahan, pujian dan hal-hal lain yang lebih membuat kita lalai dan lupa kepada Allah”
Di halaman yang lain beliau katakan,
“Orang yang akan bahagia adalah orang yang paling siap menghadapi kesulitan dan kepahitan dalam hidup ini, sedangkan orang yang akan banyak menderita adalah yang hanya siap dengan kesenangan dan kemudahan”
Allah itu nggak akan membebani kita di atas kemampuan kita kok. Coba deh baca cuplikan terjemah salah satu surat cinta-Nya yang agung.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al Baqarah:286)
Lewat surat cinta itu pula Allah mengajari kita berdoa.
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah:286).
Kawan, mungkin seperti itulah kira-kira jika SMS saya dengan sahabat kita itu diuraikan. Harapan saya, kita bisa positif thinking dengan MH yang akan kita jalani. Semoga bermanfaat dan selamat menunaikan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga sukses. Wallahu a’lamu bis showab!
sss -Ain NurWS-

Kamis, 06 Mei 2010

"eksistensi diri"

AIN NURWINDASARI
"eksistensi diri"

Disadari atau tidak, manusia mempunyai kebutuhan yang namanya Eksistansi Diri. Manusia ingin dikenal, dihargai, direspon dan mendapat hal-hal lain yang menunjukkan eksistensinya. Sering kali hal-hal tersebut memang memotivasi mereka melakukan sesuatu. Hal-hal yang apresiatif membuat mereka telah menghasilkan karya-karya dari yang terkecil hingga yang besar. Secara umum, demikianlah tabiat manusia.
Yang membedakan adalah dari mana bentuk apresiasi atau pengakuan itu diharapkan. Sehingga mempengaruhi prestasi mereka. Dari Allah ataukah dari mahluk Allah yang lain? Perbedaan yang menunjukkan keikhlasan seseorang hanya dilihat dari sini. Jika yang dimaksud adalah perhatian yang diharapkan seseorang ketika beramal adalah dari Allah semata maka ia sedang berlaku ikhlas, murni 100%. Namun jika ada sedikit atau pun banyak pengharapan yang ditujukan kepada selain Allah atas amal ibadahnya maka tercampurlah keikhlasan orang tersebut dengan yang namanya riya’ ayau sum’ah. Kita tahu bahwa keduanya adalah sudah termasuk syirik.
Pada umumnya manusia selalu berguml dengan ketidakikhlasan. Tinggal memperkirakan kadar riya’ atau sum’ahnya saja, apakah besar atau kecil. Karena memposisikan diri melakukan perbuatan dengan benar-benar ikhlas semata-mata karena Allah diakui sangatlah sulit oleh sebagian besar dari kita. Bukan begitu? Sebagaimana kita tahu bahwa syetan selalu membidik hati kita dari berbagai arah untuk tidak membiarkan kita beramal denagn semangat dan ikhlas semata-mata mengharap pahala Allah dan tidak kan menemani mereka di neraka nanti.
Dalam masalah riya’ Ibnu Rojab mengatakan dala kitab Taysir Al ‘Alam Bahwa amal yang ditujukan kepada selain Allah ‘lighairillah’ itu terbagi atas baberapa bagian:
Pertama, ada kalanya amal tersebut adalah riya’ secara murni, tidak dimaksudkan kecuali untuk mendapat perhatian para mahluk Allah, dan untuk mendapatkan kesenangan duniawi. Amal seperti ini hamper tidak muncul dari diri seorang mukmin. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya amal tersebut aka sia-sia dan pelakunya akan mendapat kebencian dan hukuman dari Allah.
Kedua, ada kalanya amal tersebut bercampur denagn riya’. Jika amal tersebut bercampur sejak awal, maka nash-nash yang shahih menunjukkan kesia-siaan amal tersebut. Artinya, amal tersebut tidak diterima oleh Allah.
Ketiga, ada kalanya amal tersebut diawali dengan niat karena Allah namun muncul juga unsur riya’dalam hati kemudian pelakunya berusaha mencegahnya, berusaha memperbaiki niat secara terus-menerus agar senantiasa ikhlas karena Allah, maka dalam masalah ini para ulama’ tidak berbada pendapat bahwasanya riya’ tersebut tidak membahayakannya.
Keempat, ada kalanya amal tersebut diawali dengan niat karena Allah namun dicampuri riya’ yang pelakunya tidak mencegahnya sehimgga riya’ tersebut terus-menerus ada dalam hati maka para ulama’ berbeda pendapat. Apakah amalnya batal atau tidak.
Sekali lagi,memposisikan diri melakukan perbuatan dengan benar-benar ikhlas semata-mata karena Allah adalah sangatlah sulit bagi sebagian besar dari kita. Namun bukan tidak mungkin kita bisa melakukan amal yang tanpa riya’ yakni ikhlas lillahi ta’ala. Merekalah yang dijamin tidak goyah ketika mendapat godaan dari syetan laknatullahu alaihim. Terkadang kita sadar akan adanya riya’ tetapi seringnya kita tak menyadarinya, bahkan menikmati adanya riya’ tersebut. Oleh karena itu, senantiasalah kita memperbaiki niat dalam hati agar amal kita selalu kita tujukan untuk Allah semata. Rabalah hati kita , sedang berada di posisi manakah dari yang disebutkan oleh Ibnu Rojab di atas? Apakah kita masih memperjuangkan eksistensi diri di tengah perjuangan menata hati menuju keihlasan sejati?

Minggu, 18 April 2010

http://arbaiin.wordpress.com/2007/01/08/hadits-ke-4/

الحديث الرابع


HADITS KE-4

TAKDIR MANUSIA TELAH DITETAPKAN

عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة

Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.

[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)

Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim

Kalimat “Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga……..” secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: “Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya.” Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: ” Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka.” Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya’ semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta’ala.

Kalimat ” maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. “ Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.

Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.

Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.

Ada pendapat yang mengatakan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.

Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah : “Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”. (QS. Al Lail :7)

“Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”. (QS.Al Lail :10)

Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.

Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255)

http://arbaiin.wordpress.com/2007/01/04/hadits-ke-3/

Hadits ke-3

Januari 4, 2007 · Tinggalkan sebuah Komentar

الحديث الثالث

HADITS KE-3

RUKUN ISLAM

عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان

Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu ‘anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: “Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan”.

[Bukhari no.8, Muslim no.16]

Abul ‘Abbas Al-Qurtubi berkata : “Lima hal tersebut menjadi asas agama Islam dan landasan tegaknya Islam. Lima hal tersebut diatas disebut secara khusus tanpa menyebutkan Jihad (Padahal Jihad adalah membela agama dan mengalahkan penentang-penentang yang kafir) Karena kelima hal tersebut merupakan kewajiban yang abadi, sedangkan jihad merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga pada saat tertentu bisa menjadi tidak wajib

Pada beberapa riwayat disebutkan, Haji lebih dahulu dari Puasa Romadhon. Hal ini adalah keraguan perawi. Wallahu A’lam (Imam Muhyidin An Nawawi dalam mensyarah hadits ini berkata, “Demikian dalam riwayat ini, Haji disebutkan lebih dahulu dari puasa. Hal ini sekedar tertib dalam menyebutkan, bukan dalam hal hukumnya, karena puasa ramadhon diwajibkan sebelum kewajiban haji. Dalam riwayat lain disebutkan puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji”) Oleh karena itu, Ibnu Umar ketika mendengar seseorang mendahulukan menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya lalu ia mendahulukan menyebut puasa daripada haji. Ia berkata : “Begitulah yang aku dengar dari Rosululloh”

Pada salah satu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan “Islam didirikan atas pengakuan bahwa engkau menyembah Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya dan melaksanakan Sholat….” Pada riwayat lain disebutkan : seorang laki-laki berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Bolehkah kami berperang ?” Ia menjawab : “Aku mendengar Rosululloh bersabda, “Islam didirikan atas lima hal ….” Hadits ini merupakan dasar yang sangat utama guna mengetahui agama dan apa yang menjadi landasannya. Hadits ini telah mencakup apa yang menjadi rukun-rukun agama.

http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09/hadits-2-iman-islam-dan-ihsan/

HADITS KEDUA

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .

[رواه مسلم]

Arti hadits / ترجمة الحديث :

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.

(Riwayat Muslim)

Catatan :

Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.

Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.

Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.

Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.

Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.

Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.

Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.

Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.

Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

Selasa, 06 April 2010

HADITS ARBAIN

HADITS PERTAMA

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

Arti Hadits / ترجمة الحديث :

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

Catatan :

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / الفوائد من الحديث :

Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).

Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.

Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.

Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.

Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.

Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.